Rintik hujan mengetuk atap sedari siang ,
memang lah tuan cuaca sedang labil emosi ,
mungkin pula itu caranya berkata
aku pikir petang datang tenang,
tanpa ragu dan dihalangi awan ,
beberapa hari aku tak melihat sinar jingga bercermin di pepohonan depan
yang ada hanya tetesan air di sela daunnya.
Rumah sederhana dibawah kaki bukit,
tempat bercerita dan bercengkrama
Hanya aku, emak, dan abah
Juga seekor anak kucing,
Cukup untuk menghindari riuh manusia kota,
yang tak tahu waktu
mengikat tanpa ingin terikat
Mengikat hubungan hanya ingin disegan
Ah Sudahlah biarkan
Asal tak mengganggu ,ikut campur tak perlu.
Orang dulu bilang jangan biarkan anak kecil berkeliaran,
apalagi saat hari berganti shift
Ingat betul cerita cerita seram waktu kemarin.
Dari kejauhan
Beberapa anak kulihat sedang kemari
mengangkat kain sarungnya dari genangan air
Jepitnya berteriak setiap kali menginjak.
Tapi mereka tertawa,
entah apa yang mereka tertawakan
Sedang mereka berpakaian rapih bak anak santri yang baru pulang dari pesantren .
Seorang anak
memanggil nama ku di pintu depan
"assalamualaikum"
"mat ? "
diketuk pintu kayu yang mulai keropos dimakan rayap.
ku lihat dari balik jendela,
ternyata si Dul
anak sulung juragan buah, berbadan bongsor yang hobi memancing belut
"waalaikumsalam" jawabku
kubuka pelan takut engsel nya copot
Keheranan aku ,
Kuingat abah haji (panggilan guru ngaji kami) Belum pulang dari dari jawa.
Lalu, kenapa mereka kemari?
"kalian mau kemana sore sore begini" tanyaku mendahului
Dahi nya menyeringai
si Dul menjawab
" Lah , kamu gak dikasi tau entin tadi siang, kalo abah haji dah pulang ke kampung ? "
Entin cucu perempuan abah haji yang sebaya dengan kami
" Entin gak ngasi tau aku tuh dul "timpalku
"iya , dia tadi siang sama si teteh kerumah , kata nya abah haji menyuruh kita mengaji sore ini" jelas Dul.
si teteh kakak sepupu perempuannya yang 3 tahun lebih tua dari si entin.
tegas namun baik dan ramah.
Seperti cucu abah haji yang lain,
si teteh pandai mengaji dan sering diandalkan kalau ada acara pengajian di kampung ,
si teteh pula salah satu pengurus grup qosidah yang sering menang lomba antar kampung bahkan tingkat kabupaten
Kalau ada perayaan hari besar atau nikahan, pasti tak pernah absen.
" Entin mana berani ketemu kamu mat" Celetuk Ujang,
anak seorang supir truk yang satu sekolah dengan ku ,
berbadan tegap dan suka berkelahi, dialah yang paling bisa diandalkan kalau kami ada masalah
"Hahaha"
Mereka tertawa seolah tau maksud dari perkataan Ujang tadi
tak terkecuali Dimas dan Narto
dua orang anak yang datang bersama si Dul dan Ujang
Rumah mereka berdekatan ,Tak heran mereka akrab dan selalu terlihat bersama
namun begitu, tabiat nya berbeda
Dimas yang lebih tenang dan Narto yang pecicilan
Kami menyebut nya si biji .
"ah kalian ini " kupotong candaan mereka.
" yasudah tunggu sebentar ya"
aku masuk ke dalam , mencari kain sarung dan songko
ku raih baju koko dibelakang pintu kamar
baju koko warna putih yang di beri si mbah lebaran tahun lalu
masi terlihat baik karena aku rawat betul agar tak mudah kusam,
tak lupa alquran kecil yang biasa ku masukan di saku depan.
Emak kulihat sudah berdiri bersama mereka di teras
seperti nya emak tahu kami hendak kemana
Kami berpamitan dan pergi
sampai di jalan setapak ditengah sawah
yang setiap sore kami datangi untuk mencari belut kesukaan si Dul
aku tak begitu hobi memancing belut,
hanya saja Dul selalu mengajak kami untuk menemaninya.
Jalan setapak ini arah paling cepat menuju mushola tempat kami mengaji,
tapi sebagai gantinya langkah kaki sering tersendat karena lumpur sawah, apalagi sedang musim hujan begini
untung saja saat kami lewati, tanahnya tak bagitu lengket.
Sampai kami tiba di mushola kulihat abah haji sudah didalam
duduk menggenggam tasbihnya
seseorang yang tak muda lagi
dengan wajah yang mengayomi
tapi galak apalagi jika kami tak mendengarkan dia mengajar
aku tak salah menjadikan nya sebagai panutan
berharap ilmu yang dia berikan menjadi bekal ku nanti
Mengaji kegiatan rutin anak anak kampung kami
selepas shalat maghrib kami berkumpul di mushola untuk
menuntut ilmu agama.
Waktu pulangpun tiba, Heningnya malam membuat kami berjalan beriringan
Dimas yang pendiam tiba tiba berucap
" kalian tahu tidak, cerita seseorang dari kampung bawah? "
"soal apa ?" tanyaku pura pura tak tahu
aku tebak arah pembicaraan ini mulai tidak enak
"emak ku bilang , seseorang melihat sesuatu di kuburan baru " kata Dimas
" katanya sih dia melihat putih-putih diatas pohon nangka "sambungnya
"habislah kita" kataku dalam hati
yang lain terlihat serius mendengar cerita Dimas.
Dimas memang jarang bersuara dibanding yang lainnya
seseorang dengan pembawaan yang tenang dan misterius
apalagi saat dia cerita-cerita horror seperti itu,
cocok sekali dengan aura nya yang kelam
"halah , biar aku timpuk saja pakai batu, siapa tau itu orang mau maling nangka" respon narto memecah ketegangan .
" hahahaha , betul juga kau to , tapi gimana kalo batu nya berbalik ke arah kamu , yang ada kamu pulang wajahmu lebam" kata ujang mencairkan suasana
"sudahlah, kita inikan dari mengaji , setan juga takut lihat kita"
menanggapi pembicaraaan mereka aku sok berani ,padahal sedari tadi isi kepala sudah membayangkan hal yang tidak tidak ,
aku lepaskan sarung dan hanya memakai celana pendek
untuk berjaga jaga kalau kalau ada apa-apa,
aku lihat si Dul hanya diam ,
seperti nya dia serius menanggapi cerita Dimas.
dibanding kami berempat si Dul lah yang paling "berat"
aku ingat kejadian dulu waktu kami dikejar anjing saat pulang dari sawah
hahaha ...
bagaimana aku tak tak tertawa mengingatnya
celana yang dipakainya sampai sobek
dia bahkan sampai menangis karena katanya kami meninggalkannya padahal kami juga ikut berlari
hanya saja kami berlari di depannya
semenjak kejadian itu dia trauma kalau melihat anjing di jalan.
jalan menuju mushola tak seperti saat kami pergi tadi
saat pulang kami berganti arah
tidak lagi kami melewati jalan setapak di sawah
ditambah langit gelap dan belum ada lampu penerangan.
Kami bersendau gurau menghiraukan keheningan, tertawa mendengar mereka melawak ,
bercerita ngalor-ngidul sepanjang jalan
pokok nya apa saja yang bisa dibahas akan dibahas.
ku dongak wajah ini ke atas
tak kulihat langit menampakan bulan
sama sekali,
di malam kami pulang hanya suara jangkrik dan burung burung malam bersahutan
entah apa yang hewan-hewan itu bicarakan
mengiringi kami atau malah meledek
tibalah kami melewati tempat itu ,
area pemakaman dengan kuburan baru
mereka bilang itu kuburan wanita yang meninggal karena bunuh diri
entahlah, simpang siur cerita itu aku dapatkan tapi yang pasti dia meninggal dan di kuburkan 2 hari yang lalu
''lalu dimana pohon nangka yang dimaksud Dimas tadi'' pikirku dalam hati
aku penasaran sekaligus takut kalau-kalau hal itu benar adanya.
Narto dan Ujang yang sedari tadi berbicara sepanjang jalan tiba tiba diam , dan menambah keheningan malam itu
si Dul hanya berbisik bisik pada dimas entah apa aku tidak jelas
kami berjalan beriringan malam itu,
si Dul yang tadi nya disamping Dimas pindah posisi dekat dengan Ujang ,
apalah yang ada dipikirannya ,
posisi kami berubah
Dimas di pinggir sebelah kiri jalan , aku disebelahnya , lalu Narto , Ujang dan paling kanan ada si Dul
memang kami melewati banyak pepohonan dan ada pohon kelapa , nangka dan lainnya ditambah semak belukar di sisi jalan yang kami lewati
hanya ada kuburan
sebelah kanan dan kiri kami
dan yang kutahu kalau posisi kuburan baru itu ada di sebelah kanan dari kami berjalan saat ini
tapi disebelah mana pohon nangka nya ? pikir ku
kami tak bersuara sedikitpun hanya suara langkah dari sendal jepit kami .
fikiranku sudah kemana-mana
pertanyaan-pertanyaan seperti
bagaimana kalau kalau kami bertemu makhluk halus malam ini ?
apalagi ini malam jumat ,banyak yang bilang malam keramat
entah kenapa setiap malam jumat terasa begitu berbeda dibandingkan malam malam yang lainnya
sepi ...
mencekam ...
tiba tiba Dimas berbisik padaku
"mat , itu tuh pohon nangka nya" katanya pelan
"sebelah mana?" aku berbisik karena penasaran sekaligus takut
"disebelah kanan jalan" jawab Dimas
aku lihat memang benar itu pohon nangka
tapi aku tak melihat apa apa dari posisi kami berjalan saat ini
''semoga saja tak ada apa apa'' ujar ku dalam hati
entah ada angin apa tiba tiba si Dul lari sambil berteriak
jantungku sampai mau copot
dia lari mendahului kami didepan
cepat sekali
kami reflek ikut lari dibelakangnya , kupikir pasti si Dul melihat setan di pohon nangka tadi
kami lari secepatnya sampai aku tak merasakan kaki ku
menyusul Dul yang telah lebih dulu nyolong start
ah sudah kuduga kalau kejadiannya akan seperti ini , untung saja kami tak memakai sarung
hanya celana pendek yang longgar
nafas ku tak menentu , kami lari sekuat tenaga
terengah-engah ku dengar pula nafas mereka
aku tak kuat lagi
aku menyerah
aku berhenti berlari karena lelah
sampai aku tak mengira kalau sudah jauh melewati area pemakaman tadi
Dimas , Narto dan Ujang mulai berhenti berlari
dan si Dul duduk ditengah jalan didepan kami , kulihat kami semua begitu lelah dan basah berkeringat
sejenak kami tak bisa bersuara
rasanya seperti ada yang terbakar di dalam dada
panas sekali...
Ujang bertanya heran
"kamu lihat apa dul ?"
sambil terengah-engah dia menanyakan hal itu
kami menyimak penuh pertanyaan
saat Dul sudah kuat berbicara dia bilang
"aku gak lihat apa-apa"
"hah?" ujar kami bersamaan
"ya aku gak lihat apa-apa ,cuma lari aja biar kalian tidak duluan lari,
aku dengar kalian berbisik-bisik, pasti kalian mau rencanain buat lari kan?" Dul menjelaskan
aku menahan tawa karena memang tadi Dimas berbisik padaku, tapi dikira si Dul kami merencanakan untuk lari
"ah kamu ini Dul , aku kira kamu melihat setan tadi " Ujang kesal
'hahahaha" si Dul malah tertawa
Dimas , Narto , dan aku pun ikut tertawa meski agak kesal juga.
arrrrrrrrgggggggggh sialan si Dul.
...
This post have 0 comments